Kamis, 19 Oktober 2017

Antihistamin

ATIHISTAMIN
Pegertian Antihistamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamine (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam.

Antagonis reseptor H1
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.

Farmakodinamik
Antagonis terhadap histamine : AH1 Menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus). Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.

Efek samping
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

Antagonis reseptor H2
Antagonis H1 tidak menghambat asam lambung.pada awal tahun 70-an, antagonis H2 terbukti dapat mengontrol sekresi asam lambung secara fisiologis. Dua antagonis H2 pertama yang ditentukan adalah burinamid dan simetidin. Simetidin diketahui mempunyai cincin imidazol, dan dengan perkembangannya, cincin ini diganti senyawa puran (ranitidine) atau dengan tiazol. Obat-obat antagonis H2 bersifat lebih hidrofilik dibandingkan dengan antagonis H1 dan dapat mencapai SSP.

Mekanisme kerja
Obat-obat ini diduga bekerja dengan cara menghambat interaksi histamine dengan reseptor H2 secara kompetitif dan selektif sehingga tidak memberikan efek pada reseptor H1.
Kerja utama obat ini adalah mengurangi sekresi asam lambung yang disebabkan oleh histamine, gastrin, obat obat kolinomimetrik (AINS), rangsangan vagal makanan ( terutama asam ),insulin, dan kopi. Juga perlu diketahui, obat-obat ini tidak hanya menghambat sekresi asam nocturnal tetapi juga basal. Selain itu, obat obat ini mereduksi dengan baik volume cairan lambung dan konsentrasi ion Histamin positif.
Simetidin, ranitidine, dan famotidin memiliki pengaruh yang kecil terhadap fungsi otot polos lambung dan tekanansfingter esophagus. Nizatidin dapat menekan kontraksi asam lambung sehingga memperpendek waktu pengosongan lambung dan hal ini diduga karena efeknya menghambat asetilkolinesterase.

Farmakokinetik
Antagonis H2 diabsorbsi secara cepat dan baik setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai pada waktu 1-2 jam. Waktu paruh eliminasi ranitidine,simetidin, dan famotidin kurang lebih 2-3 jam sedangkan nizatidin lebih pendek yaitu 1,3 jam. Walaupun obat-obat ini mengalami metabolisme hepatic, obat-obat ini dieksresikan dalam jumlah besar urin dalam bentuk utuh sehingga pada gangguan ginjal perlu dilakukan penyesesuain dosis.

Golongan antihistamin AH1, dosis,massa kerja, aktifitas antikolinergiknya





Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1

ü  Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
ü  Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
ü  Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
ü  Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
ü  Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
ü  Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama.

1.Turunan eter amino alkil

Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
ü  Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
ü  Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
ü  Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol

ü  Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
ü  Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
ü  Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
ü  Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.

2. Turunan etilendiamin

Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin

ü  Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek   samping lebih rendah.
ü      Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
ü  Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system     heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

3. Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.

Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin

ü    Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
ü   CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
ü   Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

4. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin

ü  Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap   histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
ü      Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
ü    Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.

5. Turunan fenotiazin

Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.

Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin

ü  Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
ü  Metdilazin
ü  Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
ü    Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
ü    Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.

Hubungan struktur dan aktivitas antagonis AH2

a.       Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2 dan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H
b.      Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.
c.       Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis H2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.

Contoh : Simetidin (Cimet), Ranitidin HCL (Ranin, Rantin), Famotidin (Facid), Roksatidin Asetat HCl, Nizatidin .


Daftar Pustaka
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farakolodi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Faarmakologi Edisi 2. Jakarta  : EGC.

Pertanyaan :
1.      Sebutkan letak reseptor H1 dan H2 didalam tubuh manusia
2.   Etanolamin dan fenotiazin sama-sama termasuk dalam golongan antihistamin AH1. Jelaskan perbedaan yang spesifik dari golongan tersebut?
3.      Jelaskan intoksisitas akut dari AH1?
4. Bagaimana hubungan  kefeefektifan suatu obat antihistamin dengan banyaknya oabt berikatan dengan protein plasma!
5. Tuliskan penggunaan dosis dewasa dan masa kerja  dari obat klorfeniramin, prometazin, dan bromfeniramin?
6. jelaskan interaksi obat AH2 famotidin?
7.Bagaimana Bioavailabilitas atau farmakokinetik dari obat AH2 Nizatidin?
8. Apa perbedaan antara antihistamin dengan anti alergi ?
9.  bersin - bersin/pilek dan gatal-gatal biasanya itu kebanyakan orang mengatakan itu alergi, obat apa yang cocok digunakan untuk mengatasi hal tersebut, antihistamin atau antialergi ?

31 komentar:

  1. saya mencoba menjawab pertanyaan no 2 mas....
    perbedaan etanolamin dan fenotiazin:

    1.etanolamin: efek antihistaminnya tidak terlalu kuat tetapi tidak merangsang selaput lendir sehingga cocok digunakan pada pengobatan gejala-gejala alergis pada mata dan hidung. Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro intestinal.

    Contoh Etilendiamin :
    Ø Mepirin
    derivat metoksi dari tripilennamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feneramin dan fenilpropanolamin terhadap hypiper.

    2.fenotiazin: Fenotiazin adalah antagonis dopamin dan bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah akibat penyakit neoplasia, pasca radiasi, dan muntah pasca penggunaan obat opioid, anestesia umum, dan sitotoksik.
    efek yang diberikan :Penggunaan dosis tinggi menimbulkan efek samping berupa gejala ekstrapiramidal dengan efek seperti pada penyakit Parkinson. Penggunaan jangka panjang menimbulkan hipotensi, agranulositosis, dermatitis, penyakit kuning, perubahan mata dan kulit serta sensitive terhadap cahaya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan paparan vikri
      dimana fenotiazi merupakan antagonis dopamin dan bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah akibat penyakit neoplasia, pasca radiasi, dan muntah pasca penggunaan obat opioid, anestesia umum, dan sitotoksik

      Hapus
  2. Reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial.

    Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya saya setuju dengan bang didi, AH1 bekerja di organ atas diafragma, dan AH2 di organ bawah diafragma

      Hapus
  3. haii oom,disini saya akan mencoba menjelaskan perbedaan fenotiazin dan etanolamin dari mekanisme kerja nya
    pada fenotiazin:adalah antagonis dopamin dan bekerja sentral dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah akibat penyakit neoplasia, pasca radiasi, dan muntah pasca penggunaan obat opioid, anestesia umum, dan sitotoksik. Efek sedasi proklorperazin, ferfenazin, dan trifluoperazin lebih rendah dibanding klorpromazin. Reaksi distonia berat kadang-kadang muncul pada pemakaian fenotiazin, terutama pada anak-anak. Obat antipsikotik lainnya, termasuk haloperidol dan levomepromazin (metotrimeperazin. juga digunakan untuk meringankan gejala mual.sedangkan
    etanolamin:efek antihistaminnya tidak terlalu kuat tetapi tidak merangsang selaput lendir sehingga cocok digunakan pada pengobatan gejala-gejala alergis pada mata dan hidung. Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro intestinal.

    BalasHapus
  4. hai yasir..
    saya akan mencoba membagi artikel yang saya baca dimana INTOKSIKASI AKUT AH1 adalah:

    Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.
    Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol.
    Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya ingin menambahkan, INTOKSIKASI AKUT AH1 Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak. Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya.

      Hapus
  5. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no. 3
    Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.
    Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-klonik yang sukar dikontrol.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya setuju dengan jawaban nurul. Karena kerjanya pada ssp, maka sebaiknya obat ini dihindarkan penggunaannya pada anak anak. Karena efek depressing nya sangat kuat. Untuk org dewasa saja jika terlalu banyak bisa bahaya, apalagi anak2

      Hapus
    2. Menurut saya boleh saja diberikan kepada anak-anak namun dosis yang kita bisa harus di sesuaikan dahulu dengan usia anak tersebut

      Hapus
    3. benar pertimbangan yang dominan dalam menentukan dosis anak adalah kemampuan pada aspek farmakokinetika obat yang berbeda dengan dewasa yaitu mengenai tahapan absarpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (ADME)

      Hapus
  6. Pertanyaan 4. Semakin banyak obat yang terikat pada protein plasma maka semakin sedikit obat bebas yang dapat berikatan dengan reseptor untuk menimbulkan efek yang diinginkan dari obat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tambahan no 4, Semakin banyak obat yang terikat pada protein plasma maka akan menimbulkan efek terapi yang semakin baik, akan tetapi bila semakin banyak obat yang bebas didalam plasma , maka kan timbul efek toksik

      Hapus
    2. saya setuju dengan jawaban bang hengki dan ike, jadi diharapkan obat tersebut banyak yang bebas tapi masih dalam kadar yang aman agar tidak terjadi efek toksik

      Hapus
  7. Pertanyaan no.1
    Histamin pertama kali diisolasi dari ekstrak ergot. Pada tahun 1927, histamin dapat diisolasi dari jaringan paru dan hati. Karena terdapat dalam jaringan, senyawa ini dinamakan histamin (hitos = jaringan). Pada penggoresan kulit, ditemukan pula zat yang bernama H-substance, dan ternyata zat ini adalah histamin. Histamin atau 2-(4 imidazol)-etilamin dihasilkan dengan cara dekarboksilase asam amino l-histidin yang dikatalisasi oleh enzim Histidin dekarboksilase. Reaksi ini juga terdapat dalam sel-sel tubuh yang reaksinya sama dengan yang terjadi dalam lumen usus. Histamin melakukan kerja biologisnya berkombinasi dengan reseptor selular yang terdapat pada permukaan membran.
    Kita mengetahui bahwa efek vasodilator histamin dapat disebabkan oleh reseptor H1 dan H2 dilokasi yang berbeda pada tipe sel jaringan vaskuler. Reseptor H1 pada sel endotel dan reseptor H2 pada sel otot polos. Aktivasi H1 menyebabkan peningkatan Ca intraselular, aktivasi fosfolipase A2, dan menghasilkan EDRF (endothilium derived relaxing factor) yang disebut Nitrogen Monoksida (NO). NO tersebut menyebabkan vasodilatasi dengan cara mengakumulasi cGMP. Sementara itu, kontraksi otot polos yang disebabkan oleh aktivitas H1 timbul karena hidrolisis fofoinositol dan peningkatan Ca intraseluler. aktivitas reseptor H2 yang terdapat pada mukosa lambung, otot jantung, dan sel imun meningkatkan cAMP. sementara itu, aktivitas H3 yang terdapat dibeberapa area di SSP menurunkan pelepasan histamin dari saraf histaminergik yang diduga akibat penurunan influks Ca.

    DAFTAR PUSTAKA


    Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

    BalasHapus
  8. No 4. Semakin banyak obat yang terikat pada protein plasma maka efek terapi akan semakin baik, semakin banyak obat yang bebas (tidak berikatan dengan protein plasma) maka efek toksik suatu obat akan meningkat

    BalasHapus
  9. saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 8
    jadi perbedaan antihistamin dan antalergi :
    Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin H1.Antihistamin ini biasanya
    digunakan untuk mengobati
    reaksi alergi, yang disebabkan
    oleh tanggapan berlebihan
    tubuh terhadap alergen
    (penyebab alergi), seperti
    serbuk sari tanaman. Reaksi
    alergi ini menunjukkan
    penglepasan histamin dalam
    jumlah signifikan di tubuh. Sedangkan Antialergi adalah bentuk tindakan/pencegahan thdp alergi cnthny dgn pemberian antihistamin bhs kedokterannya obat spt diatas tdi

    BalasHapus
  10. pertannyaan no 1
    Reseptor H1
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial.
    Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung

    BalasHapus
  11. Antihistamin ini biasanya 
    digunakan untuk mengobati 
    reaksi alergi, yang disebabkan 
    oleh tanggapan berlebihan 
    tubuh terhadap alergen 
    (penyebab alergi). Reaksi 
    alergi ini menunjukkan 
    penglepasan histamin dalam 
    jumlah signifikan di tubuh. 

    Antialergi adalah bentuk tindakan/pencegahan thdp alergi cnthny dgn pemberian antihistamin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ingin menambahkan histamin dilepaskan karena adanya respon tubuh terhadap zat asing

      Hapus
  12. pertanyaan no 1
    1. reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)

    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial

    Obat antagonis H1

    Obat anti histamin H1 biasanya berkompetisi (bersifat kompetitif) dengan histamin untuk mengikat reseptor, untuk meringankan reaksi alergi seperti rhinitis dan urtikaria.

    Generasi 1 : cukup baik terabsorbsi setelah pemakaian oral. Level kadar tertinggi dalam darah biasanya 1-2 jam dengan durasi 4-6 jam. Efek sedatif masih tinggi

    contoh: CTM, bromfeniram, prometazin, dimenhidrinat (bisa untuk obat mabuk jg)

    Generasi 2: cukup baik terabsorbsi setelah pemakaian oral. Level kadar tertinggi dalam darah biasanya 1-3 jam, dengan durasi bervariasi dari 4-24 jam. Efek sedatif minimal

    contoh: fexofenadin, loratadin, astemizol, cetirizin

    Generasi 3: merupakan pengembangan dari generasi 2. Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping lebih minimal.

    contoh: desloratadin dan levocetirizin

    Semakin tinggi generasinya durasi aksinya makin panjang dengan efek sedatif (ngantuk) semakin minimal

    Efek samping obat antagonis H1 selain sedatif (menimbulkan ngantuk) juga atropine-like reactions contohnya mulut kering dan konstipasi.
    2. Reseptor H2

    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung

    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine

    BalasHapus
  13. jawaban no 4
    Semakin banyak obat yang terikat pada protein plasma maka efek terapi akan semakin baik, semakin banyak obat yang bebas (tidak berikatan dengan protein plasma) maka efek toksik suatu obat akan meningkat

    BalasHapus
  14. no 6.
    interaksi famotidin adalah mengganggu eliminasi obat-obat yang dimetabolime di hati seperti warfarin, fenitoin, propranolol, diazepam, klordiazepoksida. Kecuali pada dosis terapeutik.

    BalasHapus
  15. saya akan menambahkan Reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial.

    Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
    Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    BalasHapus
  16. 8. histamin) adalah
    zat yang mampu
    mencegah
    penglepasan atau
    kerja histamin.
    Istilah antihistamin
    dapat digunakan
    untuk menjelaskan antagonis
    histamin yang mana pun,
    namun seringkali istilah ini
    digunakan untuk merujuk
    kepada antihistamin klasik yang
    bekerja pada reseptor histamin
    H1.
    Antihistamin ini biasanya
    digunakan untuk mengobati
    reaksi alergi, yang disebabkan
    oleh tanggapan berlebihan
    tubuh terhadap alergen
    (penyebab alergi), seperti
    serbuk sari tanaman. Reaksi
    alergi ini menunjukkan
    penglepasan histamin dalam
    jumlah signifikan di tubuh.

    Antialergi adalah bentuk tindakan/pencegahan thdp alergi cnthny dgn pemberian antihistamin bhs kedokterannya obat spt diatas tdi

    BalasHapus
  17. Pertanyaan nomor 4,
    Semakin banyak obat yang terikat pada protein plasma maka akan menimbulkan efek terapi yang semakin baik, akan tetapi bila semakin banyak obat yang bebas didalam plasma , maka kan timbul efek toksik

    BalasHapus
  18. saya akan mencoba menjawab soal no.1
    1. reseptor H1
    Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi berlokasi di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endothelial
    2. Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung bekerja dengan cara mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.

    BalasHapus
  19. Antihistamin
    (antagonis
    histamin) adalah
    zat yang mampu
    mencegah
    penglepasan atau
    kerja histamin.
    Istilah antihistamin
    dapat digunakan
    untuk menjelaskan antagonis
    histamin yang mana pun,
    namun seringkali istilah ini
    digunakan untuk merujuk
    kepada antihistamin klasik yang
    bekerja pada reseptor histamin
    H1.
    Antihistamin ini biasanya
    digunakan untuk mengobati
    reaksi alergi, yang disebabkan
    oleh tanggapan berlebihan
    tubuh terhadap alergen
    (penyebab alergi), seperti
    serbuk sari tanaman. Reaksi
    alergi ini menunjukkan
    penglepasan histamin dalam
    jumlah signifikan di tubuh.

    Antialergi adalah bentuk tindakan/pencegahan thdp alergi cnthny dgn pemberian antihistamin bhs kedokterannya obat spt diatas tdi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya saya setuju. Antihistamin
      (antagonis
      histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Antihistamin ini biasanya
      digunakan untuk mengobati
      reaksi alergi, yang disebabkan
      oleh tanggapan berlebihan
      tubuh terhadap alergen
      (penyebab alergi), seperti
      serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
      Antialergi adalah bentuk tindakan/pencegahan thdp alergi contohnya dgn pemberian antihistamin

      Hapus
  20. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  21. 8. Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamine.
    Alergi dan Penyebabnya Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan zat-zat yang tidak berbahaya. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam perhiasan atau jam tangan, dll.

    BalasHapus