Minggu, 29 Oktober 2017

ASETAZOLAMID

ASETAZOLAMID
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan pearubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal walaupun eritrosit mengandung banyak karbonik anhidrase. Obat penghabat karbonik anhidrase tidak dapat masuk kedalam eritrosit, jadi efeknya hanya terbatas pada ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Efek samping
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul prasenta dan kantuk yang terus menerus. Asetazolamid mempermudah pembentukan batu ginjal disebabkan karena berkurangnya eksresi sitrat ; kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Menyebabkan disorientasi mental pada pasien sirosis hepatitis. Hali ini disebabkan oleh amoniak yang biasanya disekresi kedalam urin masuk kedalam darah karena tidak adanya H+ yang terbentuk dalam sel tubuli. Biasanya H+ tersebut bergabung dengan NH3 membentuk NH4  yang berguna untuk menukar ion tetap dalam cairan tubuli. Hati tidak mampu mengubah amoniak yang terlalu banyak menjadi urea dan amoniak inilah yang menyebabkan disorientasi mental.
Asetazolamid sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan.

DAFAR PUSTAKA

Deperatemen Farmakologi  dan Terapeutik Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas kedokteran Universitas Indonesia .

1.  Sebutkan obat apa yang fungsinya sama dengan asetazolamid yaitu menghambat karbonik
 anhidrase ?

2.      Apa indikasi dari obat asetazolamid ?

3.       Pada dosis tinggi asetazolamid dapat menimbulkan parestesia, apa itu parestesia ?

4.       Kenapa asetazolamid tidak boleh digunakan selama kehamilan ?

5.       Jelaskan farmakodinamik asetazolamid pada mata ?

6.       Apa efek dari penggunaan dosis berbih pada obat asetazolamid ?

7.   Apa yang terjadi jika senyawa dari obat asetazolaamid sedikit yang berikatan dengan reseptornya?

8.      Tuliskan nama kimia asetazolamid

9.       Berapa dosis acute mountain sickness pada orang  dewasa ?

10.   Bagaimana aksi farmakologi asetazolamid ?

Kamis, 19 Oktober 2017

Antihistamin

ATIHISTAMIN
Pegertian Antihistamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor – histamine (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam.

Antagonis reseptor H1
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.

Farmakodinamik
Antagonis terhadap histamine : AH1 Menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus). Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi.

Efek samping
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

Antagonis reseptor H2
Antagonis H1 tidak menghambat asam lambung.pada awal tahun 70-an, antagonis H2 terbukti dapat mengontrol sekresi asam lambung secara fisiologis. Dua antagonis H2 pertama yang ditentukan adalah burinamid dan simetidin. Simetidin diketahui mempunyai cincin imidazol, dan dengan perkembangannya, cincin ini diganti senyawa puran (ranitidine) atau dengan tiazol. Obat-obat antagonis H2 bersifat lebih hidrofilik dibandingkan dengan antagonis H1 dan dapat mencapai SSP.

Mekanisme kerja
Obat-obat ini diduga bekerja dengan cara menghambat interaksi histamine dengan reseptor H2 secara kompetitif dan selektif sehingga tidak memberikan efek pada reseptor H1.
Kerja utama obat ini adalah mengurangi sekresi asam lambung yang disebabkan oleh histamine, gastrin, obat obat kolinomimetrik (AINS), rangsangan vagal makanan ( terutama asam ),insulin, dan kopi. Juga perlu diketahui, obat-obat ini tidak hanya menghambat sekresi asam nocturnal tetapi juga basal. Selain itu, obat obat ini mereduksi dengan baik volume cairan lambung dan konsentrasi ion Histamin positif.
Simetidin, ranitidine, dan famotidin memiliki pengaruh yang kecil terhadap fungsi otot polos lambung dan tekanansfingter esophagus. Nizatidin dapat menekan kontraksi asam lambung sehingga memperpendek waktu pengosongan lambung dan hal ini diduga karena efeknya menghambat asetilkolinesterase.

Farmakokinetik
Antagonis H2 diabsorbsi secara cepat dan baik setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai pada waktu 1-2 jam. Waktu paruh eliminasi ranitidine,simetidin, dan famotidin kurang lebih 2-3 jam sedangkan nizatidin lebih pendek yaitu 1,3 jam. Walaupun obat-obat ini mengalami metabolisme hepatic, obat-obat ini dieksresikan dalam jumlah besar urin dalam bentuk utuh sehingga pada gangguan ginjal perlu dilakukan penyesesuain dosis.

Golongan antihistamin AH1, dosis,massa kerja, aktifitas antikolinergiknya





Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1

ü  Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
ü  Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
ü  Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
ü  Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
ü  Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
ü  Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama.

1.Turunan eter amino alkil

Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
ü  Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
ü  Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
ü  Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol

ü  Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
ü  Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
ü  Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
ü  Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.

2. Turunan etilendiamin

Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin

ü  Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek   samping lebih rendah.
ü      Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
ü  Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system     heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

3. Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.

Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin

ü    Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
ü   CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
ü   Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.

4. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relatif panjang.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin

ü  Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap   histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
ü      Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
ü    Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.

5. Turunan fenotiazin

Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.

Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin

ü  Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
ü  Metdilazin
ü  Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
ü    Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
ü    Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.

Hubungan struktur dan aktivitas antagonis AH2

a.       Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. bentuk ‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2 dan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H
b.      Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.
c.       Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis H2 100 x lebih kuat dibanding “N-H.

Contoh : Simetidin (Cimet), Ranitidin HCL (Ranin, Rantin), Famotidin (Facid), Roksatidin Asetat HCl, Nizatidin .


Daftar Pustaka
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farakolodi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Faarmakologi Edisi 2. Jakarta  : EGC.

Pertanyaan :
1.      Sebutkan letak reseptor H1 dan H2 didalam tubuh manusia
2.   Etanolamin dan fenotiazin sama-sama termasuk dalam golongan antihistamin AH1. Jelaskan perbedaan yang spesifik dari golongan tersebut?
3.      Jelaskan intoksisitas akut dari AH1?
4. Bagaimana hubungan  kefeefektifan suatu obat antihistamin dengan banyaknya oabt berikatan dengan protein plasma!
5. Tuliskan penggunaan dosis dewasa dan masa kerja  dari obat klorfeniramin, prometazin, dan bromfeniramin?
6. jelaskan interaksi obat AH2 famotidin?
7.Bagaimana Bioavailabilitas atau farmakokinetik dari obat AH2 Nizatidin?
8. Apa perbedaan antara antihistamin dengan anti alergi ?
9.  bersin - bersin/pilek dan gatal-gatal biasanya itu kebanyakan orang mengatakan itu alergi, obat apa yang cocok digunakan untuk mengatasi hal tersebut, antihistamin atau antialergi ?

Kamis, 12 Oktober 2017

Analgetik

ANALGETIK
Pengertian nyeri
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh ; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot.

Penyebab terjadinya nyeri
                Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, seperti histamin, brakidin, leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat diseluruh jaringandan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjut dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.

Analgetik
Pengertian analgetik
Analgetik adalah senyawa yangdapat menekan fungsi system saraf pusat secara lelektif, digunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa sakit tannpa mempengaruhi kesadaran. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.

Penggolongan analgetik
Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
1.    Analgetika perifer (nor-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang  tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini.

2.    Analgetik opioid, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura     dan kanker.

Analgetika non narkotik atau perifer
Analgetik non narkotik sering juga disebut analgetik-antipiretik atau Non Steroidal Anti-Inflmantory Drugs (NSAID).
Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral system saraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika-antipiretika digunakan untuk simptomitik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan gejala penyakit.

Mekanisme kerja
ü  Analgesik, analgetika non narkotika menimbulkan efek analgesic dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamine serotonin prostasiklin, prostaglandin, ionion hydrogen dan kalium, yang dapat merangsang raasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
ü  Antipiretik, analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbukan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.pengaruh obat pada suhu badan normal relative kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pad system saraf pusat yang meliatkan pusat control suhu dihipotalamus.
ü  Antiradang, keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim yang menyebabkan pelepasan asam arachidonat yang kemudian diubah menjadi prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetik non narkotik menimbulkan efek antiradang melali beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesa dan pengeluaran prostaglandin dengan cara mengeblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala peradangan.Mekanisme yang lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membrane yang terkena radang.
Efek Samping
Kerusakan hati, efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak Duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna, iritasi hati.efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu pendarahan.
Secara kimiawi analgetika perifer atau non narkotik  dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. parasetamol
b. salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d. derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e. derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan
metamizol                                                                                               
f. lainnya : benzidamin (Tantum).

2. Analgetika narkotika atau opioid
Analgetik opioid merupaakan obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivitas dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µ-reseptor). Zat-zat ini bekerja terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah (dikurang). Daya kerjanya di-antargonir oleh nalokson.

Mekanisme kerja
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.

Klasifikasi golongan opioid
Berdasarkan kerjanya pada reseptor, obat golongan opioid dibagi menjadi :
Ø  Agonis penuh (kuat)
·         Struktur dasar : Fenatren, obatnya yaitu morfin, hidromorfon dan oksimorfon
·         Struktur dasar :  fenilheptilamin, obatnya yaitu metadon
·         Struktur dasar : fenilpiperidin, obatnya yaitu meperidin dan fentanil
·         Struktur dasar : morfinan, contoh obatnya yaitu levorfanol
Ø  Agonis parsial ( agonis lemah sampai sedang )
·         Struktur dasar : fenatren, contoh obatnya yaitu kodein, oksikodon, hidrokodon.
·         Struktur dasar : fenilheptilamin, contoh obatnya yaitu propoksifen
·         Struktur dasar : fenilpiperidin, contoh obatnya yaitu difenoksilat
Ø  Campuran agonis dan antagonis dan
·         Struktur dasar : fenantren, contoh obatnya yaitu nalbufin dan buprenorfin
·         Strukrut dasar : morfinan contoh obatnya yaitu butorfanol
·         Struktur dasarnya yaitu benzomorfan contoh obatnya adalah pentazosin
Ø  Antagonis
·         Struktur dasar : fenantren, contoh obatnya adalah nalorfin, nalokson,dan naltrekson.

Daftar pustaka
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K.2007. Obat-Obat Penting, khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta : PT Elax Media Komputindo Kelompok Gramedia.

PERTANYAAN :

1.Jika ada seorang anak dengan usia sekitar 5 tahun demam tinggi , dari ketiga obat ini ( paracetamol, asam mefanamat dan ibu profen) manakah yang paling baik untuk diberikan,jelaskan!
2.apa efek samping penggunaan dosis berlebih pada golongan analgetik opioid!
3. jelaskan metabolisme dari obat morfin?
4.sebutkan 3 jenis utama reseptor opioid beserta perannya!
5.apa yang terjadi jika pecandu menghentikan penggunaan morfin secara tiba-tiba!
6. Berdasarkan kerjanya pada reseptor golongan opioid dibagi menjadi 4, sebutkan ?
7.Jelaskan adiksi dari obat analgetik propoksifen ?
8. jelaskan efek analgesik dari obat AINS?
9. Bagaimana mekanisme kerja umum dari obat analgetika?
10. efek samping yang lazim pada penggunaan obat diklofenac?